"Malu Jualan", barengan sama "Gampang Percaya Hoax" dan "Jam Karet"adalah kebiasaan-kebiasaan yang penting segera diberantas karena bikin Indonesia susah maju. Tapi "Malu Jualan" adalah yang paling parah.
Beberapa waktu lalu, seorang teman yang lama nggak kedengeran kabarnya tiba-tiba muncul dengan pertanyaan, "Gue lagi nganggur nih. Ada lowongan nggak?"
Sayangnya di kantor lagi nggak ada lowongan yang cocok buat dia, maka gue pun mencoba mengajukan solusi, "Di kantor sih nggak ada, tapi kalo mau join Oriflame, ayo."
Responnya cepet, "Idih, jualan ya? Nggak deh. Ogah."
Di kesempatan berbeda, teman yang lain cerita, bahwa dia prihatin ngelihat kehidupan salah satu kerabatnya. Rumahnya di Depok, kerjanya di sebuah pabrik home industry di Tangerang, gajinya lebih kecil dari Pasukan Oranyenya Ahok, anak banyak. Temen gue ini nawarin, "Lu kan jago bikin bakso. Mau nggak gue modalin jualan bakso? Hasilnya bisa jauh lebih gede dari gaji lu sekarang, lho."
Jawaban sang kerabat, diiringi sebuah senyum simpul, sangatlah keren: "Hm, nggak usah deh. Kasihan anak-anak kalo lihat bapaknya jualan..."
Dua contoh kasus ini mewakili pemikiran banyak banget orang yang gue kenal: bahwa pekerjaan sebagai penjual adalah pekerjaan 'hina', kalah gengsi dibanding pekerjaan support seperti planning, finance, HRD, legal, atau risk management.
Benarkah demikian?
Perspektif paling gamblang tentang profesi menjual gue dapat di kantor gue sebelum ini. Waktu itu di hadapan para tenaga penjual terbaik nasional, Pak Direktur bilang, "Di sini, saya adalah KEPALA PELAYAN. Tugas saya melayani Anda semua, agar bisa bekerja lebih baik, menjual lebih banyak. Orang-orang yang berdiri di belakang saya ini," Pak Direktur menunjuk deretan Kepala Divisi yang berjejer di panggung, "Bertugas membantu saya, untuk membantu Anda. Karena apa? Karena saya, dan semua orang yang ada di kantor pusat, hanya NEBENG, NUMPANG HIDUP dari hasil penjualan, dari kerja keras Anda semua. Anda yang bawa masuk uang untuk perusahaan. Kalau jualan Anda bagus, perusahaan maju. Kalau Anda nggak jualan, bubar kita semua."
Pesan Pak Direktur adalah: tenaga penjual adalah penentu nasib sebuah perusahaan. Bahkan, nasib sebuah negara.
Bayangin kalo pada suatu hari, tiba-tiba seluruh penjual memutuskan berhenti jualan, baik karena 'takut dilihat anak', 'bosen', atau sekedar 'malu jualan'. Apa yang akan terjadi? Ibu-ibu nggak bisa masak, karena tukang sayur nggak lewat dan pedagang pasar tutup semua. Mau belanja di minimarket? Lha minimarketnya juga tutup, kan pegawainya juga malu jualan. Ribuan kendaraan terdampar di jalanan, mogok kehabisan bensin karena nggak ada yang jual bensin. Barang-barang di pabrik numpuk, karena nggak ada yang jualin. Bahkan dalam beberapa hari, mesin pabrik terpaksa dimatiin karena kekurangan bahan baku. Habis gimana, nggak ada yang jualan bahan baku. Toko nggak buka, pabrik nggak beroperasi, nggak ada transaksi jual beli, maka nggak ada pemasukan pajak buat negara. Negara bangkrut. Semua kekacauan ini bisa terjadi gara-gara satu profesi doang mogok: penjual.
Sekali lagi ya: orang-orang kantoran back office, tim support, para manager, kepala wilayah, direktur, CEO, hingga menteri dan presiden, pada prinsipnya cuma nebeng hidup dari kerja kerasnya para penjual. Jadi sungguh aneh dan terbalik kalo mereka merasa keren dan menuding pekerjaan penjual hina.
Ibaratnya begini nih:
Bedul lagi kehujanan di pinggir jalan, nunggu bis nggak lewat-lewat, mau naik taksi nggak punya ongkos, tiba-tiba Yono yang lagi naik mobil berhenti.
"Hei, nebeng aku aja yuk sini!"kata Yono.
Maka Bedul nebeng mobil Yono, terhindar dari hujan, hemat ongkos, nyaman tinggal duduk manis disetirin, dan yang terlintas di benaknya malahan, "Kasihan ya si Yono, harus nyetir kayak supir. Gue dong enak, tinggal duduk, lebih bergengsi dan terhormat."
Ada yang aneh?
Ya, pemikiran si Bedul terbalik.
Dia cuma nebeng, numpang. Yono lebih berperan menentukan nasib mereka. Kalo tiba-tiba Yono nyetir ugal-ugalan trus nabrak, Bedul ikutan bonyok. Kalo di tengah jalan Yono memutuskan bosen ngelihat muka Bedul, dan memutuskan nurunin Bedul di tengah jalan, Bedul nggak berhak protes. Setergantung itu, jadi aneh kalo ujug-ujug Bedul ngerasa lebih keren dari Yono.
Buat kalian, para penjual yang lagi berjuang di lapangan, mungkin kepanasan, kehujanan, atau dianggap kurang keren dan kurang gengsi, tulisan ini untuk kalian. Semoga kalian tetap bangga dengan profesi ini, tetap konsisten berjuang, karena mengerti bahwa penghargaan itu datang dari prestasi, bukan cuma gengsi.
Agung Nugroho
mbot.wordpress.com
===
Foto: Joe Girard, salesman mobil pemegang rekor Guinnes Book of Record sebagai penjual mobil terbanyak sepanjang masa. Baca kisah hidupnya di sini.
Mau bergabung jadi anggota tim penjual Ida? Silakan isi form berikut:
INFO LEBIH LANJUT
Komentar
Posting Komentar